30.12.08

Ya Hussain

Shallallahu ‘alaika ya Aba ‘Abdillah Shallallahu ‘alaika ya Mazlum bi Karbala

Shallallahu ‘alaika ya Syahid bi Karbala Salam sejahtera bagimu ya Aba ‘Abdillah al-Husain bin ‘Ali (as.)

Salam Sejahtera bagimu wahai putra Rasulullah (saw.) Salam sejahtera bagimu wahai putra Fatimah az-Zahra’ (as.)

Salam kepada yang terputus kepala sucinya. Salam kepada darah Fatimah yang tertumpah. Salam kepada yang dicincang tubuh sucinya. Salam kepada belahan jiwa Rasul. Salam kepada cahaya Ali. Kepada salam adik Al-Hasan. Salam kepada Abu Abdillah. Salam kepada Al-Husain yang teraniaya.

Segala puja dan puji bagi Allah yang menampakkan diri-Nya kepada para hamba-Nya di dalam lubuk hati mereka. Yang menyampaikan kehendak-Nya dalam bentuk Sunnah dan Al-Kitab (Al-Qur’an). Yang menyucikan para kekasih-Nya dari gemerlap dunia yang penuh tipuan dan rayuan, lalu membawa mereka menuju cahaya kebahagiaan. Allah mengutamakan mereka atas semua makhluk karena kemuliaan dan keutamaan yang mereka miliki. Dialah yang menunjukkan kepada mereka sebaik-baiknya jalan.

Demi kemuliaan tersebut, jiwa para syuhada Karbala melayang jauh tinggi, mereka berebut untuk menyongsong maut, dan akhirnya kawanan tombak dan sayatan pedang mencabik-cabik badan mereka.

Jika tidak ada perintah Al-Qur’an dan sunnah untuk bersedih dan berduka, atas gugurnya panji kebenaran dan terpuruknya fondasi kesesatan, sebagai perwujudan rasa sedih akan hilangnya kesempatan mendapatkan karunia tersebut dan rasa perih menyaksikan pembantaian seperti ini, kita akan senantiasa menyambut kenikmatan agung Ilahi ini dengan kegembiraan.
Ketika rasa sedih dan duka merupakan ridha Allah, Sang Raja pada hari kebangkitan, dan kecintaan para hamba saleh, karenanya kita mengenakan busana duka dengan berlinang air mata, seraya berkata pada mata kita “Deraskan cucuran air matamu dalam tangisan yang panjang.” Dan kepada hati, kita katakan “Lakukanlah sesuatu yang biasa dilakukan para wanita ketika ditimpa musibah”.
Karena pusaka peninggalan Nabi Saww telah disia-siakan di hari Asyura’. Wasiat beliau pun mengenai keluarga dan keturunannya dikoyak-koyak oleh tangan umat dan musuh-musuhnya.

Sungguh betapa besar musibah yang menyayat hati ini, tragedi yang melahirkan kesedihan mendalam, bencana yang mengecilkan segala cobaan, tragedi yang mencabik-cabik simbol ketakwaan, anak-anak panah yang menumpahkan darah risalah Ilahi, tangan-tangan yang menggiring tawanan kebesaran, bencana yang menundukkan kepala setiap insan mulia, cobaan yang mengorbankan jiwa sebaik-baiknya keluarga, pesta para musuh yang mengguncang hati para jawara, tragedi yang menyedihkan bagi Jibril, dan kejahatan besar di sisi Tuhan Yang Maha Agung dan Jalil.

Bagaimana tidak, bukankah darah daging Rasulullah Saww terkapar di padang pasir. Darahnya yang suci tertumpah oleh pedang-pedang kesesatan. Wajah putri-putri beliau ditatap oleh mata para musuh Tuhan. Mereka menjadi tontonan khalayak ramai. Jasad para syuhada yang agung terlucuti dari pakaiannya. Raga mereka yang kudus tersungkur di atas tanah. Sungguh musibah besar yang menyayat hati Nabi dengan anak panah yang menancap pada kalbu hidayah.

Ketika orang yang bersedih bosan dengan kesedihan, para pembawa kabar datang dengan kesusahan dan duka.

Oh, andaikan saja Fatimah a.s. dan ayahnya menyaksikan putra dan putri mereka yang terampas, terluka, diseret dan disembelih. Para putri Nabi pun memukul2 tubuh mereka karena kebingungan ditinggal oleh orang-orang yang mereka cintai. Kerudung kepala mereka terbuka. Mereka memukuli pipi sendiri. Tak ada yang dapat mereka lakukan lagi, selain berlomba menguras tangisan dan jeritan, karena berpisah dari para penjaga dan pembela kehormatan mereka.

Wahai insan yang berbudi luhur, wahai pribadi dengan akal dan pikiran jernih, ceritakanlah pada diri kalian tragedi yang menimpa keluarga ini. Tangisilah mereka demi keridhaan Tuhan. Bantulah mereka dengan cinta dan air mata. Bersedihlah karena tidak dapat menolong mereka.
Mereka adalah pusaka peninggalan penghulu umat manusia, buah hati Rasulullah Saww, cahaya mata Fatimah Az-Zahra’. Lisan suci Rasulullah Saww telah banyak menyebutkan kemuliaan mereka. Ayah dan ibu mereka lebih beliau utamakan dari seluruh umatnya

Sungguh mengherankan, bagaimana para durjana itu sampai hati membalas kebaikan kakeknya Saww dengan kekufuran, padahal zaman belum jauh berselang. Mereka telah mengeruhkan kehidupan beliau dengan menyiksa buah hatinya, dan meremehkan beliau dengan menumpahkan darah putra kesayangannya.

Mana bukti kesetiaan mereka pada wasiat beliau untuk memelihara keluarganya? Jawaban apakah gerangan yang hendak mereka berikan kala berjumpa dengan beliau kelak? Padahal mereka telah menghancurkan bangunan yang beliau dirikan, dan Islam meneriakkan jeritan duka?!

Bagaimana hati tidak akan hancur kala mengingat tragedi ini? Sungguh mengherankan bagaimana umat melupakannya! Apa yang akan dijadikan alasan oleh mereka yang mengaku beragama Islam dan beriman padahal lalai akan tragedi menyayat hati yang menimpa agama?!

Bukankah mereka tahu bahwa Muhammad adalah keluarga korban pembantaian ini? Bukankah putra kesayangan beliau dibantai dan dicampakkan di padang sahara? Bukankah para malaikat datang mengucapkan bela sungkawa kepada beliau atas musibah besar yang beliau alami? Bukankah para Nabi bersama beliau dalam duka dan nestapa?

“Apakah jawaban kamu, jika Nabi kamu menanyakan kepadamu,
Apa yang sudah kamu perbuat,
Wahai umatku yang hidup sepeninggalku,
Kamu apakah kaum keluargaku setelah aku tiada,
Ada yang menjadi tawanan, ada yang berlumuran darah?
Inikah yang kamu berikan kepadaku,
Setelah aku menunjuki kamu agar kamu selamat,
Kamu membalas dengan perlakuan yang buruk kepada keluargaku?”

“Wahai orang yang membunuh “Husain” tanpa berpikir,
Bergembiralah engkau menerima siksa dan kutukan.
Semua penghuni langit mendoakan agar kamu binasa,
Baik nabi, atau malaikat ataupun umat,
Kamu sudah dikutuk dengan ucapan Nabi Daud,
Dan juga Nabi Musa, dan Nabi Isa membawa Injil “.

“ Aku berjalan perumahan keluarga Nabi Muhammad Saw
Aku tidak melihat penghuninya lagi,
Seperti ramainya dahulu pada waktu dibangun....!
Ya, semogalah Allah tidak menjauhkan rumah dan penghuninya,
Walaupun kini penghuninya sudah sepi!
Sungguh, keturunan Hasyim yang syahid di padang Karbala itu,
Menyebabkan kehinaan menimpa kaum muslim,
Dahulu mereka merupakan perempuan harapan,
Tetapi kini sudah menjadi bencana yang menimpa kemanusiaan!
Ya, sungguh bencana itu sangat besar dan agung......!”

“ Jenazah, yang ditangisi oleh Fatimah,
Serta ayahnya, dan juga Ali yang mempunyai ketinggian,
Andaikan Rasulullah saw masih hidup,
Tentu beliau sudah duduk menerima ucapan belasungkawa,
Mereka membawa kepala Husain ke mana-mana.
Kepala cucu yang mereka membaca salawat kepada kakeknya,
Entah dengan ikhlas, ataupun dengan terpaksa!
Ya Rasulullah, andaikan Rasulullah melihat cucu-cucunya,
Ada yang terbunuh , dan ada yang tertawan,
Tentulah Rasulullah menyaksikan pemandangan,
Yang menyebabkan hati terharu dan air mata berlinang,
Sungguh, perbuatan seperti itu tidak pantas dilakukan,
Sebagai membalas jasa kepada Rasulullah saw!
Oh umat yang durhaka, diktator yang melanggar ,
yang menyembelih cucu-cucu Rasulullah saw,
Seperti menyembelih kurban pada hari ‘Idul Adha,
Kemudian menggiring kaum – wanitanya seperti tawanan,
Sepanjang jalan mereka menjerit dan meraung,
Memanggil Rasulullah saw berulang kali,
Disela-sela letihnya berjalan dan beratnya langkah !”

Wahai para insan yang setia kepada Rasulullah, mengapa kalian tidak menyertai beliau dengan cucuran air mata?
Demi Allah, wahai pencinta putra Fatimah, iringilah beliau dalam meratapi jasad-jasad pembantaian ini! Berusahalah untuk mencucurkan air mata beriringan. Tangisilah kepergian pemimpin Islam ini, agar anda mendapatkan pahala orang yang bersedih atas musibah yang menimpa mereka dan meraih kebahagiaan di hari perhitungan awal kelak!

No comments:

Seruan

Photobucket